Injury Time


Waktu itu saya mengikuti kelas Manajemen Media Massa yang difasilitasi oleh pak Djoko (walaupun sebenarnya beliau lebih suka dipanggil dengan Bung Djoko), seorang praktisi media dan orang penting di radio Suara Surabaya, ketika beliau menjelaskan betapa pentingnya audio-promotion, disamping visual-promotion. Kemudian saya menanyakan salah satu contoh konkret pentingnya audio-promotion. Dan beliau mencontohkan sebuah pengalaman ketika beliau belanja di sebuah hypermart, saat itu beliau hendak membeli sebuah prodak susu, sebut saja susu A, namun ketika beliau sudah hendak memasukkan susu A tersebut ke dalam kereta belanja, tiba-tiba terdengar suara yang sangat nyaring dari pengeras suara yang mencuri perhatiannya sejenak. Ternyata suara tersebut adalah suara sales promotion girl yang tengah mempromosikan sebuah prodak susu merk lain,
sebut susu B, yang katanya lebih berkalsium, cocok untuk orang yang berusia 50 keatas, dapat memperkuat otot jantung, mengurangi kolesterol, dan tak lupa bonus gelas cantik setiap pembelian 2 pack ukuran sekian gram. Bukan prodak susunya yang menarik beliau, namun bagaimana sang SPG mempromosikannya, pemilihan bahasa, serta teknik penyampaian yang sangat provakatif dan mempengaruhi pikiran beliau saat itu juga. Lantas, apa yang selanjutnya terjadi. Mengejutkan, tanpa pikir panjang beliau mengubah pikirannya, dan memasukkan susu B ke keranjang belanja kemudian segera pergi ke kasir.
Well, percaya atau tidak bahwa hypermart dan banyak supermarket yang telah menyadari bahwa untuk mengubah pikiran seseorang akan sesuatu, maka berikanlah pengaruh yang provokatif disaat injury time.
Hari ini, saya mendapatkan satu kejutan lagi. Seharian handphone saya matikan, saya tidak ingin diganggu oleh deadline dan urusan lain. Karena sejak kepulangan saya minggu kemarin, pikiran saya agak sedikit kacau dan sangat mengganggu kestabilan emosi saya. Saya baru selesai mandi ketika saya lantas mengaktifkan handphone. Ada sms dari beberapa teman dan dari adik saya. Benar saja, beberapa saat kemudian ada panggilan masuk dari seorang sahabat saya, teman SMP saya tepatnya, sebut saja namanya Adi. Wah si Adi telepon saya pasti untuk mengingatkan saya untuk datang ke pernikahannya tanggal 26 Februari nanti, atau jangan-jangan (seperti biasanya) dia hanya iseng menggoda saya dan mengolok-olok saya karena dia menikah lebih dulu dari pada saya… well…well…weeelll…
Surprise juga ketika saya mendengarkan intonasi suaranya berbeda dari biasanya. Awalnya dia menanyakan apakah minggu ini saya pulang ke kampung halaman atau tidak, dan lantas dia bilang bahwa dia sedang drop: pernikahannya tidak jadi. Apa maksudnya tidak jadi? Batal? Diundur? Atau??
Batal, Fit. Jawabnya. Bapakku tidak setuju, dari dari pihak calon istriku juga tidak setuju. Tambahnya lagi. Saya pun tidak menanyakan lebih jauh alasannya mengapa, karena yang dia butuhkan adalah: pendengar yang baik. Titik.
Tunggu, bukannya terakhir dia telepon saya untuk mengabarkan bahwa undangan saya akan segera dia kirim ke rumah?
Ya Ampun!
Well (untuk yang kesekian kali), saya masih merasa bahwa hari ini adalah hari dimana Tuhan tengah berbicara pada saya. Tuhan berbicara melalui kejadian yang dialami oleh sahabat saya. Saat akan sholat magrib saya kembali tercenung, ya Rabb, betapa Engkau Maha Mengatur, Maha Berkehendak. Betapapun kita telah menggantungkan harapan dan cita-cita, obsesi atau apapun itu, namun jika memang Tuhan belum mengizinkan terwujud, dalam keadaan injury-time pun segalanya akan kembali pada zero point.
Kembali saya teringat film The Island yang saya tonton semalam. Manusia memang sangat potensial memiliki God Syndrom, yang beranggapan bahwa mereka dapat memiliki sifat dan kekuatan selayaknya Tuhan (Masya Alloh) sehingga mereka cenderung memaksakan, menuntut apa yang menurut mereka harus seharusnya terjadi. Lantas, yang mengusik pikiran saya saat ini adalah bagaimana kita bisa memahami dan memiliki kebijaksanaan untuk membedakan sesuatu yang bisa dirubah dan sesuatu yang tidak bisa dirubah? Apakah sesederhana ketika kita dihadapkan pada pilihan: susu A atau susu B?
Well, injury time, the time when you could change your mind or God would show you the other way J

0 komentar: