Lukisan Lana


Kanvas itu telah terlukis. Lana memandanginya dalam-dalam. Entah apa yang ada di dalam benaknya saat ini. 
Jemarinya menyentuh lukisan setengah jadi itu perlahan-lahan seolah ia tengah menyentuh kembali kenangannya sekian tahun yang lalu.

Lukisan ini tidak pernah selesai. Kubasuh lagi. Kuulang lagi. Dan aku berharap warna-warna yang kulukiskan adalah sebuah harmoni.


Sebuah Permulaan dalam Ampas Kopi


Malam ini Lana memilih untuk menghabiskan malam terakhirnya di bulan November dengan hanya duduk sendiri di balkon lantai dua rumahnya. Jendela kamarnya masih sengaja ia biarkan terbuka, dan angin malam membuat gorden berwarna biru laut itu menari-nari dan memantulkan bayangan yang dramatis, tepat dibawah kakinya. Tangan kirinya masih memegang secangkir kopi yang baru selesai ia seduh beberapa menit yang lalu. Terlihat asap tipis masih mengepul malu-malu.

Jagal Amerika


Dua hari ini perut saya agak bermasalah lagi, padahal sudah puasa kopi. Asli, sudah lama sekali saya tidak bermesraan dengan sahabat kental saya yang berkulit coklat kehitaman itu. Kembali saya merasakan ada sesuatu yang bergolak di dalam lambung saya. Phewh…maybe I should take some times to clear them out :D
Masih ingat dengan poster Uncle Sam komplet dengan kalimat provokatif nya: I Want You, dengan jari telunjuk yang diarahkan pada muka kita. Poster itu amat populer saat era presiden Washington (kalo tidak salah, sich). Pemerintah Amerika saat itu membutuhkan banyak relawan dan orang muda untuk menjadi tentara. Maka lahirlah ‘maskot’ Uncle Sam sebagai trade mark nya orang Amerika.
Gamble everything for love,
if you’re a true human being.

(Rumi)

How do You Taste the Death


Sudah nonton film Jason Statham yang baru? The Mechanic. Film yang saat ini menduduki peringkat 3 Box Office, membuat saya penasaran sampai-sampai saya menontonnya 2x J. Selain sosok Statham yang cool, ada beberapa statement dia yang menarik perhatian saya. Hmm..
Ketika saya kali pertama menonton film ini, rasanya tidak beda jauh dengan film-film Hollywood lainnya yang sarat dengan adegan kekerasan, perlombaan senjata dan mobil-mobil mewah, sex, dan bisnis kotor.

Injury Time


Waktu itu saya mengikuti kelas Manajemen Media Massa yang difasilitasi oleh pak Djoko (walaupun sebenarnya beliau lebih suka dipanggil dengan Bung Djoko), seorang praktisi media dan orang penting di radio Suara Surabaya, ketika beliau menjelaskan betapa pentingnya audio-promotion, disamping visual-promotion. Kemudian saya menanyakan salah satu contoh konkret pentingnya audio-promotion. Dan beliau mencontohkan sebuah pengalaman ketika beliau belanja di sebuah hypermart, saat itu beliau hendak membeli sebuah prodak susu, sebut saja susu A, namun ketika beliau sudah hendak memasukkan susu A tersebut ke dalam kereta belanja, tiba-tiba terdengar suara yang sangat nyaring dari pengeras suara yang mencuri perhatiannya sejenak. Ternyata suara tersebut adalah suara sales promotion girl yang tengah mempromosikan sebuah prodak susu merk lain,

Seni Mendengarkan


Alkisah seorang raja yang telah berusia lanjut berniat memberikan tahtanya kepada putra mahkotanya, namun ia masih ragu apakah sang putra mahkota mampu memimpin kerajaannya. Oleh karena itu, sebelum putra mahkota dinobatkan sebagai raja, sang raja mengutus putera mahkota untuk pergi menemui seorang guru yang terkenal sangat bijak dan arif supaya putera mahkota dapat belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik. Maka berangkatlah putera mahkota menemui guru yang bijak tersebut.

Menghargai Proses

Gemas. Saat melihat hasil ujian akhir semester yang baru saja di-publish tadi siang. Ada beberapa mata kuliah yang nilainya sangat mengecewakan. Banyak rasa kecewa dan sedih ketika melihatnya terpampang di papan pengumuman fakultas. Sejujurnya saya bukan termasuk orang yang perfeksionis. Tetapi entahlah dalam hasil ujian ini saya merasa menjadi seseorang yang sangat demmanding. Butuh beberapa jam untuk menenangkan pikiran saya yang tidak karuan. Bagaimana tidak, dua mata kuliah dengan bobot yang besar, dan keduanya adalah persyaratan untuk menulis tesis, mendapatkan nilai yang cukup mengecewakan.

Kekuatan Tersembunyi dibalik Atom


Udara, air, pegunungan, hewan, tumbuhan, tubuh kita, kursi tempat Anda duduk, pendeknya, segala sesuatu, dari benda yang paling kecil sampai yang paling besar yang Anda lihat, sentuh, dan rasakan, terbuat dari atom. Tangan Anda maupun buku yang Anda pegang ini terbuat dari atom. Atom adalah partikel yang sedemikian kecilnya sehingga mustahil kita bisa melihat salah satu saja dari atom walaupun sudah menggunakan mikroskop yang paling kuat. Garis tengah sebuah atom tunggal adalah satu per sejuta milimeter.
Seseorang tidak mungkin melihat ukuran yang luar biasa kecil ini. Karenanya, marilah kita mencoba memahaminya dengan menggunakan contoh. Anggaplah Anda sedang memegang kunci di tangan Anda. Tidak diragukan lagi, Anda tidak mungkin melihat atom penyusun kunci ini. Agar dapat melihat atom tersebut, mari kita anggap ukuran kunci ini sama dengan ukuran bumi. Saat kunci menjadi sebesar bumi, maka setiap atom di dalam kunci adalah seukuran buah anggur, jadi barulah kita dapat melihatnya.

Belajar dari Nelayan Jepang


Orang Jepang sejak lama menyukai ikan segar. Tetapi tidak banyak ikan yang tersedia di perairan yang dekat dengan Jepang dalam beberapa dekade ini.
Jadi untuk memberi makan populasi Jepang, kapal-kapal penangkap ikan bertambah lebih besar dari sebelumnya. Semakin jauh para nelayan pergi, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membawa hasil tangkapan itu ke daratan. Jika perjalanan pulang mencapai beberapa hari, ikan tersebut tidak segar lagi. Orang Jepang tidak menyukai rasanya. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan perikanan memasang freezer di kapal mereka. Mereka akan menangkap ikan dan langsung membekukannya di laut.

drowning Under the Iron Sea


Agak telat juga kalau saya nulis resensinya. Hanya ingin sharing tentang konten dan musik di album ini saja. Eniwe, ini adalah salah satu album favorit saya, mengukuhkan kecintaan saya pada brit-pop dan musik-musik dari Irlandia. Keane, band ini pertama kali saya kenal dari MTV saat itu lagi ngetop dengan single “Somewhere Only We Know”.
Lagu-lagu di album kedua Keane ini terbilang berbeda dari musik di album sebelumnya, “Hopes and Fears”, album ini lebih variatif, lebih techno, dan liriknya lebih satir. Jika di album sebelumnya musik Keane terkesan lebih lembut, efek permainan piano Tim Rice-Oxley yang cenderung ballads. “Under The Iron Sea”,

koktail di bumi Afganistan


Afganistan! Apa yang ada dibenakmu ketika mendengar atau membaca kata itu. Sebuah negara yang saat ini sedang berjuang untuk kemerdekaan dan perdamaian. Entah perdamaian dan kemerdekaan menurut versi siapa. Ini adalah novel pertama saya yang saya baca di tahun 2011. Lumayan. Lumayan tebal, hmm.
Tidak banyak ekspektasi yang saya harapkan dari membaca sebuah karya Khaled Hosseini ini. Awalnya saya berpikir bahwa novel ini mungkin menceritakan tentang perjuangan seorang perempuan ditengah-tengah peperangan. Apa menariknya? Selintas saya teringat novel Pram “Larasati”.

Antiglobalisasi, dan Oposisi bagi Kapitalisasi


Jika kita baca dalam berbagai media, bahwa perkembangan perekonomian dunia telah banyak dikuasai oleh para negara-negara surga pajak. Krisis pangan, krisis ekonomi, krisis energi, sampai dengan krisis moral hampir-hampir menjadi permasalahan yang lazim dihadapi oleh negara negara yang ‘berkembang’. Sekarang coba tengok siapa saja negara yang hampir selalu menjadi ‘superhero’ bagi negara-negara yang sedang menghadapi krisis global. Eropa dan Amerika. Memang, jika dilihat dari sejarah dan peradaban, negara-negara di benua Amerika dan Eropa memang lebih dulu memahami konsep kapitalisme Marx dan semangat imperialisme, sehingga banyak dari mereka yang memang terkenal sebagai penjajah, Inggris misalnya. Dengan dihapuskannya penjajahan di muka bumi, bukan berarti penjajahan dengan persenjataan dan perang yang berdarah-darah juga lenyap. Dalam era saat ini, penjajahan hanya bertransformasi saja dari bentuk peperangan yang menggunakan misil dan rudal, kini menjadi sebuah perang yang lebih friendly, salah satu senjatanya adalah teknologi dan modal.

Menariknya, jika kita berbicara tentang perkembagan teknologi dan globalisasi, tentu tidak ada satu pun negara yang ingin dianggap ketinggalan teknologi. Semua bersaing untuk menjadi sebuah negara yang maju, modern, dan ‘beradab’. Salah satu para meternya adalah dengan penggunaan teknologi. Tidak bisa dipungkiri bahwa Eropa dan Amerika adalah sumber dan gudang pembaharu teknologi dan informasi, mereka telah menjadi trensetter dan mode dunia, teladan bangsa-bangsa lain untuk ukuran modern dan kecanggihan, tengok saja Microsoft dan Apple-Mac yang menjadi ikon kemodern-an penggunaan teknologi.

So, apa yang harus dipersiapkan bagi negara-negara untuk mengimbangi globalisasi teknologi. Tentu saja modal yang tidak sedikit. Malang benar bagi negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia yang rupanya masih belum memiliki pondasi – baik dari sisi perekonomian dan politik – yang cukup kuat untuk mengimbangi terpaan (baca: jajahan) dunia barat. Cuture lag, salah satu pengaruh negatifnya. Selain itu, jika berbicara tentang pertumbuhan perekonomian negara, Indonesia, mulai dari jaman Soeharto sampai saat ini, ternyata permasalahan utang piutang dengan para donor internasional (IMF,cs) masih menjadi urusan yang yang tak kunjung terselesaikan. Lantas bagaimana urusan utang ini bisa diakhiri?

Kegelisahan tentang permasalahan utang yang membelit negara-negara yang sedang mengalami krisis ini tidak hanya dialami oleh Indonesia saja, dan hal ini menggugah para aktivis di beberapa dunia untuk membuat sebuah pendekatan, sistem, untuk mengatasi borok yang tak kunjung sembuh ini. Para aktivis ini membentuk sebuah forum yang disebut dengan Forum Sosial Dunia (FSD) dan pekan ini akan berkumpul di Dakar, Sinegal. Tidak berlebihan jika FSD ini boleh dibilang merupakan forum untuk menandingi Forum Ekonomi Dunia yang dinilai merupakan kumpulan dari kapitalis-kapitalis di seluruh dunia. Agenda utama dari FSD adalah penghapusan utang dan pengaturan pasar komoditas pertanian.

Berangkat dari serangkaian krisis yang dialami di banyak negara di seluruh dunia, beberapa diantara para aktivis ini berpendapat bahwa sistem yang sedang diterapkan ini telah gagal membawa kesejahteraan dan hanya mengakibatkan kesenjangan yang semakin besar, dan eksploitasi sumber daya diakhirnya. Alih-alih berbicara tentang kemakmuran, para aktivis ini juga ‘sakit hati’ dengan negara-negara lintah darat yang dianggap telah mengingkari janjinya untuk menghapuskan utang negara-negara miskin, sebaliknya mereka yang semakin makmur dari pendapatan pajak mereka dari ekpansi komoditas mereka yang menggurita.

Yang saat ini masih up-to-date diperbincangkan oleh FSD adalah isu kedaulatan pangan, tujuannya adalah memberikan otoritas penuh kepada petani lokal untuk menetapkan apa yang akan mereka tanam tanpa tekanan dari perusahaan-perusahaan multinasional yang selama ini mengendalikan mereka. Forum yang pada awalnya bergerak secara grassroot ini ternyata telah mendapatkan perhatian dari berbagai pemimpin di beberapa negara di dunia. Respon ini tidak hanya diberikan oleh negara-negara sosialis-komunis di Asia saja namun juga negara-negara di Eropa dan Amerika. Lantas, apakah FSD ini merupakan bibit yang akan mengulangi perang ideologi (Kapitalis vs Sosialis) seperti yang pernah terjadi pada masa perang dingin Utara Selatan beberapa tahun silam?

And…Everythings Comes and Goes


Waktu itu saya masih semester 1 ketika melihat video klip Michelle Branch “Everywhere”. Untuk seusia saya waktu itu, Michelle Branch bisa dibilang singer-songwriter yang bagus, lagu-lagunya juga lumayan. Sampai kemudian, sahabat saya meminjami album kedua Michelle Branch “Hotel Paper”, tidak semua lagu dalam album ini saya suka. Karena menurut saya ada beberapa lagu yang ‘biasa’ saja. Tapi ketika saya mendengarkan “Breath”, “Find My Way Back”, “Hotel Paper” dan duet dengan Sheryl Crowe di “Love Me Like That” saya berpikir bahwa album ini lumayan bagus, untuk ukuran musisi semuda dia, dia memiliki karakter musik yang beda dengan musisi lainnya, misalnya Avril yang cenderung rock-punk.

Lama tidak terdengar di industri musik, saya iseng googling album terbarunya, surprise juga saya menemukan project ini. Album ini memang masih belum go-public di Indonesia, karena penasaran, saya coba download kira-kira musiknya seperti apa. “Everything Comes and Goes” ini keseluruhan berisi lima lagu yang kesemuanya bernuansa country-rock-blues. Ada kemiripan aransemen dengan lagu-lagu Sheryl Crow dan Shania Twain. Coba dengarkan “I’m Ready to Let You Go” dan “Summer Time” taste country-nya lumayan ‘dapet’. Tapi ketika mendengarkan “Sooner or Later”dan “I Want Tears” mungkin akan mengingatkan kita pada Kelly Clarkson atau Chris Daughtry yang kental sekali dengan rock-balladsnya. Album ini memang salah satu project Branch yang masih dibantu sahabatnya Jessica Harp yang sempat membentuk grup musik beraliran country, The Wreckers. Secara musikalitas, lagu-lagu di album ini cukup bagus dan aransemennya dikerjakan dengan rapi. Meskipun aliran musiknya sudah banyak berubah dari album sebelumnya yang cenderung pop-alternatif, namun Branch tidak meninggalkan sentuhan balladsnya. Salah satu single favorit saya “This Way” tetapi lagu ini tidak masuk ke dalam major album ini. Terlihat sekali bahwa musik Branch tidak terlepas dari pengaruh Alanis Morissette dan Beatles, termasuk teknik vokalnya yang semakin matang serta performancenya dalam video klip.