drowning Under the Iron Sea


Agak telat juga kalau saya nulis resensinya. Hanya ingin sharing tentang konten dan musik di album ini saja. Eniwe, ini adalah salah satu album favorit saya, mengukuhkan kecintaan saya pada brit-pop dan musik-musik dari Irlandia. Keane, band ini pertama kali saya kenal dari MTV saat itu lagi ngetop dengan single “Somewhere Only We Know”.
Lagu-lagu di album kedua Keane ini terbilang berbeda dari musik di album sebelumnya, “Hopes and Fears”, album ini lebih variatif, lebih techno, dan liriknya lebih satir. Jika di album sebelumnya musik Keane terkesan lebih lembut, efek permainan piano Tim Rice-Oxley yang cenderung ballads. “Under The Iron Sea”,
secara keseluruhan memang memperdengarkan musik yang berbeda dari grup-grup musik rock-alternatif yang menonjolkan banyak permainan distorsi gitar dan hentakan drum. Keane masih memainkan piano sebagai instrumen utama dalam musiknya, simak saja “Altlantic”, “Try Again” dan “Hamburg Songs”. Selain musiknya yang nggak mboseni, salah satu kelebihan Keane berada pada lirik-lirik yang cenderung ‘miring’, satir, dan gloomy. Jangan pernah berharap menemukan lirik percintaan yang mengharu-biru atau mungkin dilema perselingkuhan seperti yang umum dilagukan oleh banyak grup musik. Keane lebih menampilkan konflik-konflik yang tidak umum diangkat menjadi sebuah cerita.
Out of the box! Mungkin itu yang pas untuk musik Keane, menjadi yang berbeda meskipun tidak banyak yang suka (masa sich?), mengingatkan saya pada Duran Duran yang kemudian menjadi trendsetter new-wave di eranya, yang malah sangat populer saat ini. Atau Bjork, solois asal Islandia yang njeleneh dengan musik yang gak jelas, namun nyatanya menjadi kiblat para musisi-musisi dengan aliran musik techno-alternative.

0 komentar: