How do You Taste the Death


Sudah nonton film Jason Statham yang baru? The Mechanic. Film yang saat ini menduduki peringkat 3 Box Office, membuat saya penasaran sampai-sampai saya menontonnya 2x J. Selain sosok Statham yang cool, ada beberapa statement dia yang menarik perhatian saya. Hmm..
Ketika saya kali pertama menonton film ini, rasanya tidak beda jauh dengan film-film Hollywood lainnya yang sarat dengan adegan kekerasan, perlombaan senjata dan mobil-mobil mewah, sex, dan bisnis kotor.
Profil agen rahasia dan pembunuh bayaran menjadi salah satu fenomena menarik yang saya amati. Beberapa film Hollywood yang baru-baru ini direlease yang tastenya tidak jauh beda dengan The Mechanic, misalnya: The Expendables, Takers, The Green Zone, Salt, dan masih banyak yang lainnya. Dari kesekian film yang tadi saya sebutkan, yang kebanyakan film action, tim produksi film tersebut sangat piawai membangun sebuah image pembunuh bayaran yang elegan dan ‘berkelas’ dan yang lebih menyedihkan, menghabisi nyawa orang lain seolah menjadi profesi yang sangat prestisius dan cool, lihat saja bagaimana menawannya Mr. Bond atau Mr. Smith membawa diri. Ditambah lagi mereka dilekati dengan properti-properti yang sangat canggih dan mewah. Masih terekam jelas dalam benak saya bagaimana BMW dan Marcedes Benz ‘bertarung’ dalam film James Bond Quantum of Solace atau ketika kita menonton Traspotter, kita akan dimanjakan dengan banyak sekali rupa mobil keluaran luar negeri yang jika ditaksir harganya pasti sangat fantastis. Geli juga ketika saya baru keluar dari XXI dan nyeletuk pada sahabat saya,
“Kalo kurirnya kaya Jason Statham sich, aku berani bayar mahal untuk nganter paketan barang…hehehe”
“Iya, ya…ojek yang ganteng” seloroh sahabat saya
Kembali pada film The Mechanic, pada scene-scene awal, kita akan diperlihatkan profil Arthur Bishop (Statham) dan bagaimana dia beraksi menghabisi seorang gembong mafia yang berbahaya. Untuk menambah impresi pemirsa, sang sutradara juga mengemas bahwa pekerjaan membunuh orang ini tidak hanya sekedar pekerjaan dar der dor menarik pelatuk senapan, namun dalam membunuh terdapat banyak pertimbangan dan kualifikasi. Seni, tepatnya. Oleh karena itu mengapa pekerjaan Mr. Bishop ini menjadi berbeda dan bernilai mahal. Dalam banyak scene sang sutradara juga seolah menekankan sebuah nilai tertentu, bahwa sebuah kemenangan membutuhkan persiapan yang matang
‘Amat Victoria Curam’: Victory Loves Preparation
Selain itu, film ini juga menggambarkan sebuah keadaan bahwa bahwa tindakan menghabisi nyawa orang lain itu membutuhkan keahlian yang tinggi, mulai dari mengenali dan ahli dalam hal penyebab kematian seseorang sampai dengan skenario yang harus ia persiapkan untuk meloloskan diri dari dari siapa saja. Misalnya alibi dan tuduhan.
Sederhananya film ini menampilkan beberapa contoh adegan kematian dengan penyebab yang berbeda-beda, mulai dari mati tenggelam, tercekik, tertembak, jatuh dari gedung tinggi, sampai dengan tersedak kamera. Mengerikan memang, namun, sekali lagi Hollywood sangat pandai mengelabuhi kengerian itu dengan memilihkan sosok Statham yang menawan. Tiba-tiba saja saya tergelitik,
Bagaimana kalau seandainya yang jadi pembunuh bayarannya adalah Ucok Baba?
Jika kita hitung, lebih dari 10 film action dengan pembunuhan berdarah ditayangkan di biosokop-bioskop tanah air, entah itu film dari luar negeri maupun film domistik. Sebetulnya apa yang membuat masyarakat tertarik untuk menonton film-film kekerasan seperti itu? Saya pribadi jika ditanya apa motivasi saya nonton film-film action, jujur saja, melihat cowok ganteng akan lebih menyenangkan mata J, dan ada sensasi yang mungkin tidak dapat kita jelaskan, ketika kita melihat sebuah adegan yang sangat heroik yang dilakukan oleh jagoan kita, walaupun jagoan kita adalah penjahatnya. Pleasure, pleasing the eyes, just for fun. Selebihnya kita tidak pernah memperhatikan apa yang disuguhkan oleh film. Banyak dari kita tidak menyadari bahwa film-film yang kita tonton telah menanamkan berbagai macam nilai dan ideologi yang tanpa kita sadari akan kita internalisasi dalam diri kita. Sebagai contoh, ketika kita sering menonton film-film action dan kekerasan, secara tidak sadar kita akan semakin mempermaklumkan jika terjadi kekerasan di sekitar kita. Dibenak kita telah tertanam bahwa kekerasan itu adalah bagian dari pleasure, kesenagan. Maka apa yang akan terjadi pada akhirnya? Tumpulnya sensitifitas kita terhadap peristiwa-peristiwa yang kita lihat, atau bahkan mungkin kita menjadi over paranoid dengan orang-orang yang ada di sekeliling kita. Means, dunia tidak lagi aman. Membunuh bukan lagi sebuah perbuatan yang biadab, keji, dan tidak manusiawi, tetapi menjadi sebuah perbuatan yang kita rasakan sebagai ‘yah begitulah’, seperti jagal memenggal sapi, atau hanya sebuah reaksi seperti meneplok nyamuk. Sepertinya kita harus menanyakan pada diri kita, apakah kita ter-mind-set sebagai penjagal ataukah junkie yang paranoid. Then, apa yang kita rasakan ketika melihat peperangan yang tak kunjung usai di Gaza? Atau apa yang ada di benak kita saat terjadi pembantaian berulang-ulang di tanah air?
“My job requires certain mindset”

0 komentar: