Mencicipi Ramen Dinasti Han

Wisata kuliner saya kali ini adalah mencoba menikmati ramen di salah satu warung ramen yang lumayan laris di Yogya, namanya Nikkou.
Banyak yang tidak tahu bahwa ramen merupakan makanan khas yang berasal dari Cina, dan kemudian menjadi sangat populer di Jepang. Karena memang Jepang-lah yang telah mere-branding ramen dengan ‘kemasan’ baru.


Mie pertama kali dibuat sekitar 2000 tahun yang lalu di daratan Cina, tepatnya di Lan Cao pada masa pemerintahan dinasti Han. Di Cina mie dikenal dengan nama Shina. Pembuatan mie ramen mengandalkan kekuatan tangan, kelenturan, dan gerakan tangan ketika mengolahnya adalah kunci kenikmatannya. Menurut wikipedia, dinasti Tokugawa di Jepang lah yang pertama kali menikmati ramen yang dibawa dari Cina oleh seorang ilmuwan konghucu. Setelah itu munculah beberapa rumah makan yang menjual ramen karena ternyata banyak diminati oleh warga Jepang.
Ramen berasal dari bahasa Cina, La (menarik) dan Mien (mi), yang kemudian populer dengan sebutan Ramen. Ramen terbuat dari olahan tepung yang diadoni dengan kansui, air, dan beberapa bahan lain. Jika di Cina, ramen diolah dengan menggunakan air dari sungai yang sudah asin secara alami. Untuk penyajiannya, ramen dihidangkan dengan kuah berbumbu (kaldu), irisan daun bawang, sayur-sayuran, nori, tofu, jamur, telur rebus, dll. Untuk aromanya pun bervariasi, mulai dari babi, ayam, ikan, udang, kepiting, dan daging.
Setelah Jepang kalah atas Cina pada Perang Dunia, ramen menjadi makanan yang berbau politis, ramen dianggap sebagai salah satu bentuk penjajahan Cina atas budaya Jepang. Oleh karena itu, kemudian Jepang mere-branding ramen, yang merupakan makanan musuh bebuyutannya menjadi makanan yang dapat menunjukkan identitas kebangsaannya, dengan cara mengganti namanya menjadi Chuka Shoba.
Ramen menjadi sangat populer di Jepang setelah salah satu pengusaha mie, Momofuku Ando (1985) mengolah ramen menjadi ramen instan siap saji dengan brand Chikin Ramen. Ia terinspirasi oleh banyaknya permintaan pasar terhadap ramen, oleh karena itu ia pun mengolah ramen dengan menggunakan mesin industri. Orang tidak perlu antri panjang dan menunggu lama untuk menikmati semangkuk ramen. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal industri mie instan seperti Indomie, Sarimie, dll. Pada masa era modern, ramen telah diadaptasi oleh banyak budaya dan disesuaikan dengan lidah penikmatnya. Saking populernya, tidak heran jika Naruto pun sampai menjadi salah satu ‘endorser’ ramen di Jepang. Jika di Eropa dan Amrik ada spaghetti, maka di Indonesia khususnya Jawa, ada mie dug dug, mie kuah dengan campuran sawi dan tauge :D
Setelah berkeliling Yogya, akhirnya saya sampai juga di Nikkou Ramen. Saya memilih ke Nikkou yang letaknya di sebelah timur Ambarukmo Plaza, karena disini pengunjungnya tidak terlalu ramai kalau dibandingkan dengan Nikkou yang di Jalan A.M Sangaji Monjali. Harga ramen di Nikkou relatif terjangkau kisarannya 10 ribu – 12 ribu. Yak! Akhirnya ramen ayam pesanan saya sudah datang, Itadakimassss!!!

0 komentar: