Indomie dan Generasi Gadget

Aku belum sempat mengamati secara mendalam bagaimana mahasiswa jaman sekarang bergaul, tapi dari beberapa teman yang pernah sharing, dapat aku simpulkan bahwa mentalitas orang muda saat ini lebih fragile dibanding generasi sebelumnya. Harus diakui, generasi tahun 90an sampai dengan awal 2000 merupakan generasi-generasi non-gadget freak. Dijaman itu handphone masih monophonic dan tidak bisa internetan, layarnya masih kuning jeruk, tidak ada Blackberry, Facebook, dan Twitter. SMS pun masih jarang, karena hanya sebagian orang saja yang menggunakan handphone. Pola-pola komunikasi pun masih relatif tidak berubah. Konsumsi informasi ini lah yang kemudian membangun konstruksi preference dan persepsi publik secara umum. Kami tidak overwhelmed dengan beragam informasi dan resorces diluar sana. Jadi ketika kami mendapatkan informasi yang tidak layak, misalnya tentang pornografi atau kekerasan, kami lebih siap karena frekuensinya tidak bertubi-tubi. Selain itu kami lebih steady karena kami bukan generasi Indomie yang semuanya serba instan. Contoh paling mudah adalah: untuk membuat sebuah tugas paper kuliah, kami harus jalan kaki dulu ke warnet untuk mencari bahan, kemudian jalan kaki lagi ke rental untuk mengetik, ngeprint, baru kemudian dijilid. Kini jaman telah berubah, take-home assignment sekarang ini kebanyakan sudah paperless!


Berbeda dengan kondisi saat ini, generasi sekarang telalu lemah untuk mengantisipasi gempuran improper information. Mereka tidak menyadari bahwa mereka diserang dari berbagai sisi. Media informasi yang mereka miliki/ gunakan lah boomerangnya: Televisi, jaringan internet unlimited akses yang bisa dibuka dari handset (BB, android, tablet, laptop, dll). Broadcast message yang dimiliki oleh  layanan pesan instan seperti WhatsApp, BBM, Line, dll seolah pisau bermata dua. Dalam hitungan detik, satu pesan yang dikirim dapat langsung menyebar ke seluruh penjuru dunia tanpa ada sensor ataupun screening terlebih dahulu. Begitu juga situs jejaring sosial yang pengaruh negatifnya semakin memprihatinkan. Orang dapat dengan mudah men-twit pesan apapun, dibaca oleh follower, saling mere-twit, dibaca, dire-twit, demikian seterusnya. Tidak ada yang bisa menghalangi dan menahan laju arus informasi. Artinya data dan informasi merupakan senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan atau membangun seseorang melalui teknologi informasi.
Ah, tadi siang saya mengobrol dengan teman sekantor tentang seorang artis yang handphone-nya dicuri orang, dan beberapa saat kemudian foto si artis yang topless pun menyebar di internet. Itu contoh terbaru betapa persoalan privat dapat berubah menjadi konsumsi publik. Tentu masih ingat peristiwa video Ariel-Cut Tari-Luna Maya yang kasusnya juga tidak berbeda.
Kemudian saya berpikir lagi, meskipun telah banyak kasus-kasus yang terjadi, tetapi tetap saja manusia tidak pernah jera ‘mempercayai’ gadget. Jika melihat dari sisi ekonomi, IT adalah bisnis yang tidak akan pernah basi. Semakin banyak pemain, semakin menstimulasi para produsen/ kreator untuk menciptakan inovasi-inovasi terbaru. Dan konsumen pun semakin senang. Indonesia termasuk market yang sangat potensial untuk bisnis IT, karena memang tipikal masyarakatnya yang konsumtif. Bahkan ada yang bilang, orang Indonesia rela tidak makan asalkan bisa bergaya. Oke, baiklah...
Saya pribadi, baru 2 tahun ini tidak memiliki keinginan untuk mengupdate gadget yang saya miliki. Karena selain tidak ada alokasi kesana, sayang saja jika harus belanja sesuatu yang nilai investasinya tidak naik. Saya tidak mau jadi korban para pebisnis IT, saya pikir, mereka dengan seenaknya mengeluarkan gadget seri terbaru padahal seri sebelumnya masih tidak jauh berbeda spesifikasinya. Saya sadar diri karena saya buka IT freak, jadi saya menggunakan gadget sesuai dengan fungsinya, standar-standar saja. Punya gadget mahal, canggih, tapi tidak terfungsikan secara optimal, ujung-ujungnya error juga. Biaya servicenya juga tidak murah, bukannya malah memudahkan, malah menyusahkan. Tapi, kalau ada yang memang gadget freak, tertarik dengan teknologi terbaru, ya monggo saja. Saya hanya mencoba menjadi wise buyer dan wise user saja.
Hehehe.
Value seseorang tidak ditentukan dari gadget yang dia miliki kok. Dan kalau masih ada orang yang menilai seseorang dari gadgetnya berarti value tertinggi yang ia miliki adalah gadgetnya. 

0 komentar: