hot chocolate, sony vaio, dan adiksi


hot chocolate, secangkir panas yang masih mengeluarkan aroma legit dan menggoda. perempuan itu masih menatapi lembaran demi lembaran di tangan kirinya dengan seksama. sementara tangan kanannya masih sibuk memutar-mutar bolpoin sambil menggigit-gigit ujungnya. ia menatap sekilas seseorang yang duduk di hadapannya.

"so, kenapa kamu jadi fanatik gitu ma prodak orang-orang barat itu... " ia membuka pembicaraan

"ya karena barang-barang mereka bagus-bagus dan berkualitas, kan?"

"retoris kamu" "bagus dari segi yang mana? mahal iya"

"up-to date lah, lebih canggih"

"trus efeknya buat kamu apa?"

"nambah pede, dan puas aja klo bisa beli...hehehe...apa ini termasuk adiksi ya? tau cara recoverinya gak?"


sony vaio, jari-jarinya masih sibuk berloncatan di tuts kibor. sebatang sigaret masih menyala dan sesekali ia hisap dalam-dalam dan mengeluarkan asap tipis yang segera menyebar di seluruh ruangan. lampu yang tidak terlalu terang, musik berirama pop-rock, dan aroma kopi yang sangat menggoda, sangat pas untuk atmosfir obrolan malam itu.

"apa alasan kamu menikah? jangan-jangan karena tuntutan ya?" lelaki itu melirik perempuan di depannya, sementara bibirnya masih sibuk menghisap sigaret yang tinggal sepenggalan.

"haha, beruntung sekali aku tidak hidup di masyarakat dan keluarga dengan konstruksi seperti itu..."

"alasannya apa dong?"

"ya kebutuhan biologis aja sich...hahaha"

"emang harus menikah ya?"

"suka-suka lah...itu salah satu hak yang paling asasi kok" perempuan itu kemudian menyeruput coklat panasnya

"seharusnya syarat-syarat menikah gak bisa semudah itu juga...musti ada fit en proper tes-nya juga"

"yang nge-tes siapa?"

"bikin lembaga yang ngurusin gituan, kali ya?"

"nikah dengan syarat yang mudah aja masih banyak yang melakukan sex before married, apalagi syaratnya diberatin...bakal banyak kolusi dan nepotisme tu..."

"hahaha...bener juga, tapi paling tidak kan kalo mau nikah musti mikir-mikir dulu"

"ketauan kan yang dulu nikahnya ga pake mikir!?!!?!? :D "


mereka kembali pada alamnya masing-masing. coklat panas itu hanya bersisa ampas yang berbentuk lingkaran di dasar cangkir, ia masih terus mencoret-coret kertas di tangan kanannya.

"kamu tau, betapa kapitalis itu menguasai seluruh kehidupan kita. bahkan dalam soal selera. doain aku punya duit banyak, aku akan menciptakan sebuah selera yang global yang bisa bikin kamu adiksi..."

"haha, emang kamu mau nyiptain apa?

"jamu!, seluruh dunia pada kecanduan obat semua...aku mau bikin selera tandingan"

"Jamu ARV gitu?"

"ya semacam itu lah...ga perlu pake copulsory lisence segala....buat aja sendiri di rumah"


kembali terdengar suara tangan yang beradu dengan tuts kibor. sigaret itu sudah tamat. ia menyulut kembali sebatang dan menyandarkan badannya pada sandaran kursi, kemudian menatap perempuan di hadapannya.

"kenapa kamu suka coklat?"

"karena aku sudah menyerah sama kopi, lambungku udah keok" jawab perempuan itu sambil nyengir

"tentang selera, emang kata siapa kapitalis menciptakan selera? seperti selera kamu terhadap coklat?"

"engh...kata...kata kertas ini gitu...hehehe"

"ealah...bahkan pendapat pun juga dipengaruhi ma orang barat juga yach...fiuhhh..."


perempuan itu tersenyum, kemudian meletakkan kertas di tangan kirinya.


"yah, bahkan pendapatpun kita nggak bisa berdiri sendiri ya..."


*coffee corner time with Baudrillard*

3 komentar:

dafi mengatakan...

kate ganti profesi ta dadi mbok jamu yoo.. he.he..

KOPENHAM mengatakan...

sesuatu kencan yang menyenangkan, bisa share sekalian menyelesaikan laporan. Tapi obyeknya ini yang agak susah menjawab pertanyaan dari seorang perempuan yang lagi mengerjakan tugas kuliahnya yang katanya berhubungan dengan Brand. Ok, kayaknya perlu dilanjut agar bisa saling tukar informasi dan pengalaman.

indraddict

Unknown mengatakan...

mas indra: makasi udah jadi nara sumber penelitianku...hehehe

dafi: begitulah kira2 ... :)