Apa yang ada dalam benak kita ketika mendengar kata ‘adiksi’? tidak banyak yang memahami apa itu adiksi sebenarnya. Secara teori, adiksi dapat dianalogikan sebagai penyakit otak. Adiksi dapat berarti ketergantungan terhadap sesuatu.
Profil GAPURA edisi ini menampilkan seorang pekerja sosial yang telah sekian tahun bergelut dalam dunia napza (narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) atau lebih populer dengan sebutan narkoba. Rudhy Wedhasmara, yang lebih dikenal dengan panggilan Rudhy Sinyo, atau Sinyo adalah seorang mantan pecandu napza yang kini telah aktif dalam pergerakan sosial yang lebih dikhususkan pada pemberdayaan para pecandu (korban) napza. Dilatar belakangi kebutuhan sekaligus hak pecandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak diskriminatif. Bersama-sama dengan beberapa teman yang memiliki sejarah yang sama sebagai pecandu, Sinyo mendirikan sebuah lembaga bernama ORBIT yang memiliki homebase di Jalan Bratang Binangun 5C No 54 Surabaya.
Berbicara tentang pecandu berarti berbicara tentang stigma dan diskriminasi yang dilekatkan masyarakat kepada mereka. Dalam sisi manapun, pecandu akan selalu mendapatkan ‘stempel’ dan perlakuan yang ‘berbeda’. Sehingga hak-hak mereka sebagai warga negara dan manusia terampas, termasuk hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Tidak mudah memang menjadi ‘pelayan’ para pecandu, benturan dan pergesekan kepentingan tidak dapat dihindari ketika mereka menyuarakan aspirasi. Kesadaran masyarakat yang masih minim tentang napza, pecandu, dan HIV-AIDS semakin memperberat upaya mereka untuk membangun sebuah partnership yang saling menguntungkan antara pecandu dengan penyedia layanan kesehatan. Tetapi ternyata, stigma dan diskriminasi tersebut tidak hanya datang dari masyarakat umum saja, Sinyo menemukan bahwa banyak petugas penyedia layanan kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) masih awam tentang perawatan untuk pecandu dan pasien HIV-AIDS. Bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, begitu pula napza dan HIV, keduanya akan saling ‘melengkapi’.
“Inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita, memerangi stigma dan diskriminasi untuk para pecandu dan ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS), bagaimanapun juga mereka adalah pasien yang memiliki hak yang sama untuk mengakses layanan kesehatan”
Sinyo dan beberapa kawan di Yayasan ORBIT kemudian menginisiasi beberapa program untuk menjembatani kebutuhan para pecandu dan penderita HIV-AIDS yaitu dengan program pengurangan dampak buruk napza suntik (Harm Reduction). Program tersebut meliputi penjangkauan, penyuluhan, sampai dengan pendampingan. Sebagai seorang yang dibesarkan di dunia LSM, Sinyo aktif di beberapa forum komunikasi dan diskusi demi menyuarakan hak-hak pecandu. Salah satu komunitas bentukannya adalah komunitas EAST JAVA ACTION (EJA).
EJA merupakan sebuah jaringan sosial yang anggotanya tidak hanya pecandu saja, tetapi setiap orang yang memiliki kepedulian terhadap napza dan HIV-AIDS. Agenda utama EJA sendiri adalah melakukan pemberdayaan masyarakat melalui jalur hukum dan advokasi. Termotivasi dari pengalaman pribadinya, Sinyo tergerak untuk melakukan ‘pembelaan’ terhadap pelanggaran HAM yang dialami oleh pecandu, misalnya saja penganiayaan oleh oknum aparat, dll. Bekerjasama dengan sebuah lembaga bantuan hukum, EJA telah mampu melebarkan sayapnya di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur.
Kaum marjinal, tidak hanya rakyat miskin, tidak hanya buruh pabrik yang terampas hak-haknya, atau perempuan yang selalu menjadi objek pelecehan seksual. Pecandu dan ODHA termasuk di dalamnya. Coba kita lihat Undang-Undang kesehatan no 39 tahun 2009, pada pasal 5 ayat 2 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
“Pengguna Narkoba itu sakit, dan sebenarnya bukan penjara yang mereka butuhkan melainkan rehabilitasi”
Sangat jelas, bahwa negara Republik Indonesia melindungi pecandu dan ODHA sebagai warga negara yang memiliki hak yang sama terutama dalam pengaksesan layanan kesehatan. Lantas bagaimana jika ada penyedia layanan kesehatan yang melakukan perbuatan diskriminatif terhadap warga negara? Bukankah fitrah sebuah pelayanan kesehatan adalah membantu seluruh umat manusia tanpa memilih siapa yang akan dilayani? Pecandu adalah pasien, korban yang memiliki hak yang sama, bukan hak untuk binasa.(fit).
0 komentar:
Posting Komentar