Merepih Ramadhan di Masjid Cheng Hoo

Merepih Ramadhan di Masjid Cheng Hoo
Menginjak pertengahan Ramadhan, para pemburu takjil masih terlihat memadati beberapa masjid di Surabaya. Tidak terkecuali masjid yang satu ini, Masjid Cheng Hoo. Masjid yang terletak di jalan Gading no 2 Surabaya ini hampir tiap sore selalu dipadati jamaah, baik yang memang sengaja berburu takjil, maupun mereka yang akan melaksanakan ibadah Ramadhan. Tua-muda, besar-kecil, semuanya duduk berjajar rapi di lapangan Masjid sambil menunggu bedug magrib.

Masjid yang didirikan pada tahun 2001 ini merupakan salah satu aset berharga kota Surabaya untuk tujuan wisata rohani, selain masjid ampel dan masjid Al Akbar. Arsitektur dan ornamen yang kental dengan nuansa Tiongkok ini mengingatkan pada perjuangan salah satu tokoh terkenal dari daratan Cina yaitu Laksamana Cheng Hoo, seorang pendakwah islam yang terkenal di jamannya.
 “Keberadaan masjid Cheng Hoo sangat membantu kita dalam syiar agama islam, khususnya kepada warga Tionghoa. Kita ingin menunjukkan bahwa Islam itu indah, Islam itu tidak eksklusif, siapapun boleh datang dan belajar Islam.” ungkap bapak Tony, General Manager Masjid Cheng Hoo Surabaya.
Diakuinya bahwa dalam mengembangkan ajaran-ajaran Islam tidaklah mudah. Resistensi masih saja terjadi, kekentalan budaya Tionghoa tidak mudah untuk dimasuki jika sang pendakwahnya tidak memahami secara psikologis, sosial, dan budaya jamaahnya. Kendala yang dirasakan yang sampai saat ini adalah minimnya da’i atau pendakwah yang memiliki keturunan Tionghoa sebagai penyebar tausiyah.
Untuk mengisi bulan Ramadhan tahun ini, panitia masjid Cheng Hoo masih mengadakan beberapa kegiatan yang tidak berbeda dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, seperti buka bersama, buka bersama dengan anak yatim, pengajian rutin setiap sabtu sore, dan majelis dzikir.
Ustadz Hasan Basri, salah satu anggota takmir mengaku bahwa Ramadhan tahun ini mengalami pengurangan kegiatan karena keterbatasan dana dan tenaga.  Namun demikian tidak akan mengurangi esensi dan keutamaan Ramadhan sebagai bulan suci. Kegiatan-kegiatan yang diadakan selama Ramadhan tidak lepas dari dukungan para donatur yang menyumbangkan takjil dan makanan.
Sebagai masjid yang mandiri, ia menambahkan, menjadi satu tantangan tersendiri menghidupi dan mengembangkan kegiatan tanpa dukungan pendanaan dari pemerintah daerah. Namun demikian, ia optimis dengan semangat ukhuwah dan gotong royong dari semua kalangan, masjid Cheng Hoo akan berkembang seiring waktu.
Ustadz yang juga dikenal dengan sebutan Ustadz Jabrik ini juga bercerita tentang suka dan dukanya menjadi seorang penceramah. Sebagai seorang yang berketurunan Tionghoa, beliau harus pandai-pandai menempatkan diri dengan siapa dan dimana ia berdakwah. Mengingatkan kita dengan metode syiar yang dilakukan oleh para wali ketika menyebarkan ajaran Islam di Indonesia. Berbeda dengan dakwah Islam di Asia Barat, Afrika, dan Eropa yang dilakukan dengan peperangan, Walisongo berdakwah dengan melakukan pendekatan pada masyarakat pribumi dan akulturasi budaya (percampuran budaya Islam dan budaya lokal) atau yang disebut dengan dakwah kultural. Kondisi masyarakat saat itu mayoritas beragama Hindu dan Buddha, tidak lantas kebudayaan mereka dianggap sebagai penghalang dan musuh. Sebaliknya,  budaya dan tradisi lokal itu mereka jadikan “teman akrab” dan media dakwah agama, selama tak ada larangan dalam nash syariat. Ini menjadi salah satu bukti bahwa Islam adalah agama yang cinta damai dan mencintai perbedaan.
Mensyiarkan Islam bukan lah pekerjaan yang mudah, butuh toleransi dan kesabaran dalam mengahadapi pergesekan kultural yang terjadi. Tetapi apabila perbedaan yang ada dijadikan sebagai variasi dan semangat untuk setia kepada kebaikan, maka tidak ada yang tidak mungkin. Islam akan dikenal dengan nilai-nilai keagungannya, bukan dari pemaksaan akidah dan penaklukan.
Segelas es buah dan sebungkus nasi campur, nilainya tidak lebih dari sepuluh ribu rupiah memang. Tetapi, segelas es buah dan nasi campur adalah sebuah katalis yang menjembatani perbedaan. Seperti es buah yang berisi warna-warni buah, dan nasi campur dengan beragam lauk-sayur, begitulah perbedaan. Keduanya akan saling melengkapi dan keduanya akan saling membangun harmoni. Selamat menunaikan ibadah Ramadhan, Surabaya.

[Published by GAPURA-August]


0 komentar: