a. Prototype Teknologi
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi informasi telah membawa banyak perubahan yang sangat signifikan bagi masyarakat. Yang paling mudah terlihat adalah penggunaan teknologi komunikasi, baik itu yang personal maupun yang bersifat massal. Sebagai contoh saja teknologi yang dipergunakan oleh media massa. Pada awal tahun 1960-an, prodak televisi masih menggunakan teknologi yang sangat sederhana, dan terbatas. Selain itu, televisi juga masih menjadi barang yang langka, tidak semua orang memilikinya secara personal. Contoh kedua adalah penggunaan teknologi komunikasi semacam handphone dan komputer. Pada awalnya, teknologi hanphone tidak secanggih saat ini, fitur-fiturnya pun masih sangat terbatas hanya untuk menerima dan mengirim panggilan saja, selain bentuknya yang kurang stylish, juga tidak user-friendly.
Jika diamati secara seksama, perkembangan teknologi, baik komunikasi, transportasi, dan lainnya berubah serta berkembang secara bertahap namun terus menerus (gradually).
Tahapan perkembangan teknologi tidak terlepas dari upaya para inventor untuk mengembangkan prototype yang nantinya merupakan cikal bakal dari teknologi yang baru. Terdapat 4 tahapan dalam proses pengembangan prototype. Pertama, prototype dapat ditolak (rejected) ketika cara penggunaan dan kepentiangannya tidak sesuai dengan apa yang dihasilkan dan terlihat. Kedua, prototype disetujui (accepted) jika teknis yang belum sepenuhnya lengkap tersebut mampu mengisi dan melengkapi fungsi secara utuh. Misalnya penemuan efisiensi Hollerith punch-card calculator yang ternyata sangat berguna bagi perkembangan dan peningkatan teknologi komputer. Ketiga, paralel prototype: hal ini dpat terjadi ketika prototype yang diciptakan juga mampu memberikan solusi dan jalan keluar bagi permasalahan penelitian teknologi yang lain. Hal ini merupakan tujuan kedua dari penciptaan sebuah teknologi. Salah satu contohnya ketika Hertz dan Logde bekerjasama untuk meneliti tentang sebuah alat, kemudian Marconi meneruskan dan mengembangkannya menjadi sebuah alat bernama radio. Keempat, partial prototype, dalam fase ini, sebuah prototype yang masih belum sempurna, dapat disempurnakan lagi sehingga dapat berfungsi secara efektif. Pada awalnya, telepon merupakan hasil penemuan Reiss pada tahun 1860, kemudian Bell menyempurnakannya menjadi alat seperti sekarang ini.
b. Baby Boom, Generation X, dan Net Generation
Dari penemuan dan pengembangan prototype tersebut menjadi sebuah prodak yang pergunakan (dikonsumsi) oleh masyarakat. Maka berkembang pulalah kondisi masyarakat tersebut. Intervensi teknologi baru tidak hanya berpengaruh secara sosia, ekonomi, dan budaya saja, namun juga ada indikasi bahwa teknologi dapat menciptakan gap/kesenjangan dalam masyarakat.
Pada awal tahun 1960-an Amerika Serikat dan beberapa negara bagiannya mengalami resesi ekonomi yang mengakibatkan daya saing dan daya beli terhadap barang dan jasa mengalami penurunan yang sangat drastis. Hal ini berimbas pada konsumsi mereka terhadap teknologi yang berkembang. Tidak semua orang pada masa itu mampu membeli dan menikmati canggihnya barang-barang baru, sehingga hanya segelintir orang yang memiliki life-style yang berbeda dari golongan yang lainnya. Golongan penikmat baranng-barang canggih ini adalah golongan well-established society yang masih mampu bertahan di tengah resesi ekonomi. Dari sinilah kemudian muncullah istilah Baby Boom yang ditujukan kepada golongan orang-orang kalangan kelas atas yang mendominasi, tidak hanya dari sisi gaya hidup, perekonomian, namun juga penggunaan teknologi. Merekalah sentral dari perubahan budaya pada masa itu. Hal ini juga tidak terlepas pada sejarah politik pada masa itu, kala itu demokrasi di AS masih belum berkembang seperti sekarang ini, dominasi kelas-kelas tertentu (borjuis dan pemerintahan) masih sangat kental. Seiring perbaikan sistem perekonomian, maka berimplikasi pada munculnya orang kaya baru di AS (baby boomers). Para pengusaha dan kapitalis ini mulai akrab dengan penggunaan teknologi dalam perdagangan dan industrialisasi, mereka juga mulai memikirkan penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin untuk efektifitas dan efisiensi budget. Baby boomers generasi diawali pada tahun 1946 – 1964, dan generasi ini juga disebut sebagai generasi pekerja keras.
Laju perekonomian, budaya, dan sosial kemasyarakatan ternyata berjalan beriringan dengan perkembanngan teknologi baru, tidak hanya pada ragam bendanya saja, namun juga fungsinya. Diawali dari berakhirnya revolusi industri serta masuknya teknologi networking, maka peradaban masyarakat mengalami perubahan. Dengan diproduksinya komputer digital secara massal, masyarakat mulai mengembangkan perangkat lunak untuk sistem operasionalnya. Lambat laun terjadi peralihan dari penggunaan teknologi manual menjadi digital. Hal ini ditandai dengan teknologi jaringan tanpa kabel (wireless), ponsel, televisi, dan walkman, dll. Perkembangan yang sangat pesat ini membawa perubahan pula kepada perilaku masyarakat pada masa itu, mereka menjadi sibuk dengan ‘teknologi’ yang mereka miliki, dan mereka menginginkan menjadi ‘the first person’ yang memiliki dan menciptakan perubahan. Orang-orang yang terlahir antara tahun 1961 – 1981 ini disebut sebagai Generation X (X Gen), ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh X Gen, selain mereka lekat dengan teknologi yang mereka miliki, mereka memiliki sifat skeptis, dan individualis dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Kondisi ini tidak terlepas dari perubahan yang terjadi dalam sistem perekonomian dan politik juga. Adanya inisiatif pasar bebas dan mudahnya akses dari dunia luar merupakan faktor pendukung yang mengakibatkan X Gen ini identik dengan generasi perubahan dan kebebasan.
X Gen yang terlalu sibuk dengan teknologi dan barang-barang baru perkembangannya hanya sampai pada tahun 1981. Pada awal tahun 1982 dimana penelitian dan gempuran penemuan di bidang ICTs dan IT semakin kencang, membuat barang-barang berteknologi tinggi (canggih), seperti internet dan ponsel menjadi mudah tersosialisasi ke segala penjuru dunia. Negara-negara berkembang seperti Indonesia juga turut mendapatkan imbasnya, adaptasi dan adopsi teknologi terus dilakukan, hal ini ditandai dengan masuknya barang-barang berteknologi seperti ponsel, TV, laptop, Ipad, dll ke pasaran. Barang-barang ini tidak lagi menjadi eksklusif dan mewah, namun sudah menjadi sebuah kebutuhan. Sebagai contoh, jika pada awalnya internet hanya dipakai untuk mencari data dan mengirim/menerima data saja, kini teknologi internet dapat menjelma menjadi banyak wujud, mulai dari alat komunikasi, media massa, sekolah, pasar, sampai dengan jaringan sosial. Demikian pula fungsinya, jika pada awalnya ponsel diciptakan sebagai alat komunikasi (telephony), namun saat ini ponsel memiliki fungsi ganda, selain bersifat telephony (use value), ponsel juga dapat menunjukkan nilai/status sosial seseorang (exchange value), dan memiliki nilai komoditas. Permintaan yang tinggi di bidang ICTs, maka para produsen merespon dengan memproduksi barang-barang tersebut secara massal. Didukung oleh distribusi yang sistematis, maka persebaran barang-barang inipun semakin meluas. Akibatnya, masyarakat tidak lagi kaget dan sibuk ‘mengamati’ barang-barang canggih tersebut, namun mereka mulai berpikir bagaimana memanfaatkan untuk hal yang lebih besar dan lebih menguntungkan. Mereka mulai menyadari bahwa gempuran teknologi yang semakin kuat dan cepat juga memberikan pengaruh negatif jika tidak ada antisipasi dan aturan yang bersifat preventif. Dari sinilah kemudian dikembangkannya proteksi dan regulasi yang diharapka dapat menekan pengaruh negatif teknologi. Salah satu upayanya adalah adalanya kebijakan ‘parental guide’ pada konten-konten media-teknologi tertentu, UU ITE, dll. Oleh karena itu, masyarakat pada masa ini disebut dengan Net Generation karena mereka telah identik dengan teknologi networking (online) dan lekat dengan penggunaan teknologi.
0 komentar:
Posting Komentar