Mawar Jingga di Suatu Sore

Tidak perlu menjadi pahlawan super untuk menyelamatkan hariku, Jadilah dirimu sendiri yang sejujur-jujurnya.

Kembali Lana menemukan sekuntum mawar berwarna jingga di jendela kamarnya. Sudah hampir sepekan ini Lana seolah bermain tebak-tebakan dengan dirinya. Menghitung, mengukur, menimbang, entah apa yang ingin ia temukan.
Jangan berhenti memberiku mawar jingga, telah kusiapkan sebuah vas untuk menempatkan perjuanganmu untukku.
Lana tahu bahwa laki-laki itu bukanlah seseorang yang ia harapkan untuk menjadi bagian hidupnya, namun Lana kembali menyadari bahwa yang ia butuhkan saat ini adalah seseorang yang biasa-biasa saja, bukan pesulap yang pandai menyembunyikan kejujuran, apalagi orang yang lihai bermain ilusi. Perjalanan Lana sampai ke tempat ini tidaklah mudah, banyak air mata yang tumpah dan hati yang berkali-kali patah.
Sekarang ijinkan aku untuk berbagi bagaimana memperjuangkan sesuatu yang kau anggap indah. Pahamilah, bahwa mendapatkan mawar jingga berarti mendapatkan durinya juga, harus pernah merasakan perihnya tertusuk. Dengan mengenal bahwa darah itu merah, kau akan lebih sempurna menghargai perjuangan itu.
Setelah selama sepekan, Lana masih tetap membisu. Entah apa yang membuatnya meragu. Namun mawar jingga yang selalu hadir di jendela kamarnya menjelang sore itu akan ia tempatkan pada sebuah vas putih di meja riasnya. Selalu.
Kini telah lengkap 7 kuntum mawar jingga di meja riasnya setelah peristiwa sepekan yang lalu. Ia merasa bahwa cukuplah sudah keegoisan dirinya memperlakukan laki-laki pembawa mawar jingga itu dalam kemisteriusan sikapnya. Cukuplah sudah Lana mengukur kesungguhan dan perjuangan laki-laki itu setelah ia memberikan penolakan yang dramatis. Namun ternyata laki-laki pembawa mawar jingga itu pantang menyerah. Ia terus berusaha sepenuh jiwanya mengungkapkan bahwa kesungguhannya tidak akan patah hanya karena sebuah penolakan atau perihnya tertusuk duri.  Bagi Lana, ukuran niat dan kesungguhan adalah bagaimana berdamai dengan sebuah penolakan. Dan kali ini Lana tidak memiliki alasan untuk tidak melepas keraguannya dan menggantinya dengan keberanian yang sama seperti yang dilakukan oleh laki-laki pembawa mawar jingga itu.
Aku tahu penolakan itu amatlah menyiksa. Siksaan itu terjadi bukan pada saat penolakan itu terjadi, tetapi yang menyakitkan adalah ketika kita menjalani waktu setelah penolakan itu kita alami.

0 komentar: