Memaafkan


" memaafkan adalah kunci kebahagiaan"

aku sepakat dengan itu, dan aku mengamininya. tapi bukan lantas aku memaksa diriku untuk memaafkan sesuatu, karena menurutku memaafkan adalah proses alami, kita tidak bisa dipaksa untuk memaafkan sesuatu, baik masa lalu, kekalahan, seseorang, dan mungkin kepedihan dalam jiwa kita.
memaafkan memiliki nilai rasa yang agung, bukan hanya sekedar berkompromi:
"oke...baiklah, aku memaklumkan...karena memang harus demikian adanya"
atau
"ya sudahlah, meskipun itu bukan sepenuhnya kesalahanku, tapi aku memaafkannya"

lantas, bagaimana jika kita telah mengucapkan kalimat itu, apakah keadaan menjadi lebih baik? apakah diri kita menjadi lebih lapang?

mungkin ya,
kata-kata yang bersifat kompromi terkadang manjur untuk menipu otak kita, jika beruntung, persepsi kita pun bisa berubah. otak adalah mesin kita untuk berpikir dan berlogika, dia juga yang membuat orang menjadi jenius sekaligus bodoh. betapa bodohnya otak karena ternyata dapat ditipu oleh muslihat lidah...kekuatan kata-kata.

mungkin tidak,
karena memafkan tidak memiliki rumus seperti matematika atau membutuhkan hapalan seperti teori-teori sosial. memafkan adalah proses seperti ketika kamu pergi ke toilet...atau mungkin seperti kamu mengerjakan ujian ebtanas. setiap orang memiliki sudut pandang dan nilai rasa yang berbeda. namun yang terpenting adalah, memaafkan adalah ketika kita dapat menjalani waktu tanpa dibebani oleh kesedihan, kekecewaan, dendam, amarah, dan perasaan negatif lainnya. disinilah guna hati, ia merasakan, tidak berhitung. bertanyalah pada hati.

betapa berharganya kita. sudahkah kita memaafkan?




1 komentar:

dafi mengatakan...

OTW.. oke tok wes..