take your time


Kubuka jendela kamarku yang terletak di lantai 6 sebuah hotel di bilangan Kemayoran. Hujan masih menyisakan kebekuan semalam. Jam 9 lebih 24 menit. Pagi hari di Jakarta.
Kemarin kamu masih tertawa dan menanyakan kabarku di telepon. Kamu tahu bahwa aku akan menjawab ’baik-baik saja’ walaupun kaupun tahu bahwa aku masih terluka atas peristiwa itu. Entah kamu memang mempercayai pengakuanku ataukah malas membahas dan tidak lagi peduli dengan segala pertanyaan di dalam benakku yang belum sepenuhnya terjawab.
Kamu itu sebuah puzzle yang terfragmentasi. Hanya kepingan-kepingan dirimu yang kukenali tanpa mampu kupahami bahwa kelak apakah bagian itu yang akan menggenapimu. Tiada lagi yang tersisa kini. Walaupun kusadari bahwa kau pun tanpa sengaja memporak-porandakan tatanan bagian yang dengan susah payah kucari dari dirimu yang sampai kini masih menjadi misteri bagi hidupku.
Kamu itu danau yang beku yang hanya mampu kupandangi dengan penuh ketakjuban. Tidak ada ekspektasi berlebih ketika kutapakkan kakiku di beriak air sejukkmu, tidak ada sedikitpun keinginanku untuk mengganggu tidur damaimu. Terima aku di duniamu, itu saja.
Kutuang segelas air dingin perlahan, kunikmati dirinya mengaliri kerongkongan. Masih kupandangi jalanan pagi yang mulai ramai oleh kendaraan yang melintas. Ritual pagi yang kusuka, menatap air langit.
Beberapa hari yang lalu aku masih mendengar kau bercerita tentang petualangan yang kau impikan. Traveling dan menjadi seorang backpacker. I wish I had enough time to pay your precious moment. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain traveling dan menghabiskan sebuah perjalanan panjang bersamamu. Menikmati malam dari stasiun satu ke stasiun yang lain. Mereguk secangkir kopi hitam yang mulai berampas sembari mengenang setiap detik yang kita lewati. Kamu tahu bahwa aku bermasalah dengan kopi, tetapi aku yakin organ biologisku tidak akan protes lagi karena menikmati secangkir kopi bersamamu adalah salah satu terapi maag mujarab. Akan ada saja topik yang dapat kita jadikan bahan obrolan, tukang lumpia yang suka teriak-teriak saat kita transit di stasiun Solo, rasa makanan yang terkadang asing di lidah kita, sampai hujan yang terus mengguyur kita dan kita terdampar menggigil di stasiun Gambir menunggu kereta ke bogor.
Pagi ini. Aku masih sama seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya. Memikirkan kamu. Beradaptasi dan berkompromi dengan hidupku, dengan keputusan dan konsekuensi yang aku ambil. Keputusan atas kamu. Aku tidak bilang bahwa aku menyerah atas kamu, tidak. Aku hanya mencoba memberi ruang yang lebih longgar untukku bernafas. Hanya capek memanipulasi otak, capek berpersepsi dan aku juga ingin kaupun tahu bahwa aku bukan cenayang yang dapat membaca pikiranmu. Aku terbatas.
Sekarang, kau ku biarkan menyusun kepingan-kepinganmu sendiri hingga aku paham, gambar apa yang ingin kau tunjukkan padaku. Take your time...I’ll give you a break to see what you wanna see. And so do I…

(dedicated to someone who teach me how to flying without wings)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

semoga kita dapat menyadari dan lebih bijak ketika mengambil peran pada episode kehidupan kita... goodluck!