Pertanda

Malam ini saya tiba-tiba saja ingin berbagi sebuah cerita yang membuat saya selalu tersenyum-senyum sendiri kalau mengingatnya. Hmmm...

Kapan dan tahun berapa saya agak sedikit lupa, tetapi yang saya ingat, waktu itu sedang boomingnya film Ayat-Ayat Cinta. Sebuah momen yang sangat pas, apalagi untuk orang yang sedang – meminjam istilah ABG jaman sekarang – galau.
Satu minggu berturut-turut saya bermimpi tentang seseorang yang, engh…, seseorang yang telah menyita perhatian dan banyak waktu saya. Teman lama saya. Teman jaman sekolah dulu. Dan mimpi itu sungguh-sungguh mengganggu saya. Satu perasaan tidak nyaman yang saya rasakan ketika terjaga adalah : kosong!
Saya mencintainya, akhirnya. Akhirnya saya berani mengakui, menuliskan, dan yang terpenting adalah mempublikasikan di blog ini.
Sepertinya saya tidak menemukan padanan kata yang tepat untuk mewakili perasaan saya padanya, atau… tidak banyak kalimat dan pernyataan yang dapat mendeskripsikan bagaimana saya merasakan semuanya. So damn complicated.
Saya mencintainya. Itu saja.
Masih soal mimpi yang akan saya ceritakan, dalam beberapa mimpi saya, saya melihat dia sangat jelas. Mimpi yang paling ekstrim yang saya alami adalah ketika saya melihat dunia seolah-olah kiamat, hancur. Saya melihat banyak orang berlarian, berteriak-teriak panik, gempa bumi, hujan, petir, mengerikan sekali. Beruntung saat itu saya bersama dengan keluarga saya. Saya kemudian berkata pada ayah
“ Yah, apakah kita akan bertemu dan berkumpul lagi kelak di surga?”
“ Tentu, malaikat telah menyiapkan lorong waktu yang sama untuk kita. Ayo berpegangan tangan dan kita akan menyebrangi jembatan Shirotol Mustaqim bersama-sama” jawab Ayah
“ Kuotanya kurang satu, Yah…” tiba-tiba adik saya berteriak
“ Ayo cepat, siapa lagi yang akan kita selamatkan ?” Ayah menatap kami
Spontan saya menyebut nama dia dengan lantang. Dan berharap dia dapat turut serta di rombongan kami. Tak lama kemudian, adik saya mengecek sebuah daftar, mencari apakah namanya masuk di dalam daftar tersebut.
“ Maaf mbak, dia tidak ada di dalam daftar “ jawab adik saya lirih
“ Berarti aku tidak bisa bertemu dengannya??? “ saya terpekik
“ Sepertinya begitu “
Tubuh saya seketika limbung, dan saya menangis histeris. Saya tidak peduli dengan apa yang terjadi sekeliling saya. Saya terus menangis dan berkata pada Tuhan:
“ Tuhan, hukuman apa lagi saya terima. Belum cukupkah Engkau menyiksa saya… Kini, ketika saya berada diambang hidup dan mati pun, Engkau masih menyisakan satu pertunjukan lagi… Engkau telah menggariskan bahwa kami tidak dapat bersama, bahkan untuk bertemu pun sangat susah. Ternyata, di akhirat pun Engkau masih memisahkan kami, dan masih tidak mengijinkan saya untuk melihatnya walaupun untuk yang terakhir kali…”
Saya terbangun.
Terbangun dengan sejuta rasa yang tidak dapat dijelaskan. Sungguh-sungguh mimpi yang mengerikan dan menyakitkan.
“ Tuhaaaan… sebelum saya menutup mata saya untuk yang terakhir kali, sebelum saya benar-benar mati. Jika memang engkau tidak mentakdirkan kami untuk bersama di dunia dan diakhirat. Saya mohon dengan sangat, ijinkan saya, ijinkan saya, ijinkan saya untuk bertemu dengannya satu kali saja dan melihatnya untuk yang terakhir kali…”
 “ It hurts so much to know, If love means letting go “
Setelah kejadian itu, kemudian saya mencoba mencari kontak dan nomor handphone dia dari beberapa teman. Hasilnya nihil. Saya semakin yakin bahwa Tuhan benar-benar tidak menginginkan saya untuk menghubungi atau mendekati dia lagi. Tentu saja dengan alasan yang belum saya mengerti.
Sampai suatu ketika saya sms-an dengan Kebo, sahabat saya yang bekerja di salah satu provider seluler. Kemudian iseng-iseng saya berkata pada Kebo untuk mencarikan data tentang dia.
Keesokan harinya, Kebo membalas sms saya dengan sebuah rincian data yang sangat detil. Betapa terkejutnya saya. Tidak hanya nomor handphone saja, tetapi lengkap dengan alamat domisili dia saat ini. Masya Alloh…
Beberapa saat, saya pandangi data yang dikirim Kebo tersebut. Lebih tepatnya pada data nomor handphone. Saya baca dan kemudian coba saya hafalkan. Sepertinya saya tidak asing dengan deretan angka yang saya hafalkan ini. Ini angka-angka yang familiar. Sejenak saya berpikir.
Betapa terkejutnya saya, ketika saya membaca dan merunut ulang deretan angka pada nomor handphone itu. Tanggal, bulan, dan tahun kelahiran saya! Presisi!.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Apa yang bisa dijelaskan dari peristiwa ‘kebetulan’ ini?
Tidak pernah terbayang sebelumnya bahwa dari sekian ribu bahkan ratusan juta digit nomor handphone yang saya cari, ternyata adalah nomor kombinasi tanggal, bulan, dan tahun kelahiran saya sendiri. Nomor yang paling dekat dengan saya. Subhanalloh…
Malam ini, ketika saya menuliskan kembali kisah ini. Saya akui saya masih terlarut. Tidak mudah, karena saya berperang dengan hati saya sendiri. Berkompromi (saya benci mengatakan istilah ini) dengan waktu, dan hidup.
14 tahun, waktu yang tidak singkat untuk belajar. Saya belajar membuat semuanya lebih mudah, lebih sederhana. Sesederhana deret tanggal, bulan, dan tahun kelahiran saya ;p

*there’s no coincidence…and there must be a reason behind everything*



0 komentar: