Dunia Jempol

Menemukan kembali kamu di tumpukan buku-buku otakku yang sudah tertutupi jutaan ingatan tentang bukan kamu. Mendapati kamu masih sama seperti yang dulu-dulu dan kita telah terhubung tanpa kabel, hanya udara dan waktu.

Jantungku selalu berdegub, masih dengan degub yang sama seperti 14 tahun yang lalu. Kudapati diriku akan tetap tersipu dan mataku berbinar setiap kali menatap avatar yang kau pasang. Kenapa jadi seperti remaja usia 17 begini? Aku memastikan diriku akan terlihat sangat konyol dan bodoh ketika berhadapan atau mengingat sesuatu tentangmu.
Kamu begitu dekat kini.
Tapi apa yang bisa aku lakukan untuk merubah keadaan ini seperti apa yang aku inginkan? asalkan kamu tahu, aku tidak memiliki cukup nyali untuk menyapamu atau sekedar berbasa basi…yang akhirnya pasti akan sungguh-sungguh basi.
Tuhan, teriakku dalam hati. Betapa teknologi yang semakin canggih ini semakin menambah penderitaanku. Aku berpikir, hipotesa teknologi akan mempersepit dunia: jarak, ruang, dan waktu, itu relatif. Buktinya aku dan kamu masih saja tidak mampu sedekat itu. Sesungguhnya, kita hanya dibatasi oleh jempol, dan aku kalah olehnya. Kenapa demikian, jari jempol inilah yang sekarang menguasai komunikasi antara aku dan kamu. Jari jempol ini pula lah yang mengeksekusi setiap perubahan dan keinginan.
“ping”
Tinggal menunggu kode: D atau R, dan waktu pun menjadi algojo paling kejam di dunia.


“Ternyata aku tidak perlu setengah mati mencarimu atau menyewa intel untuk menemukanmu, karena kamu akan selalu ada disini. Di hati.”

0 komentar: